bebatuan itu warna-warni
teruntai dengan tali
tersimpul sederhana
rapi dalam perhatian
terjaga tiap penantian
teruntai tiap penantian
tertangkap dalam gambaran
lambaian kepolosan
tak terlewati
semikan hati
tak teratasi
senyumkan hati
tak terjadi
.....
bualan belaka
ada kalanya membual itu perlu
Selasa, 28 Agustus 2012
Sabtu, 11 Agustus 2012
Mesin Waktu
Aku pernah
berkata jika ada mesin waktu aku akan menghancurkannya jadi puing-puing,
melumatnya menjadi bubur jika perlu, dan bubur itu bahkan akan kumakan dan
nantinya jadi kotoran yang nista! Tapi, keadaannya tak seperti itu kali ini.. Aku
melemah dan hampir kalah...
Jika tiba-tiba
benda itu muncul di depan kedua mata senduku, mata yang kini jarang
beristirahat ini, aku akan memandangnya lama dan tajam, penuh kecemasan dan
tanda tanya besar. Mungkin juga aku akan mendekat, mencermati tiap detail
harapan yang ditawarkan.
Pastinya akan
satu tombol bundar yang mengijinkanku untuk mundur berjam-jam, berbulan-bulan,
bahkan bertahun-tahun, menuju di suatu masa saat semuanya ada tepat di tiap
gambaran yang kurindukan. Akan
kuletakkan telunjukku di tombol itu, hanya meletakkan tanpa menekannya lebih
dalam; meraba dan merasakan tiap kenangan yang mungkin menjadi nyata dalam
realita. Ya, mungkin aku akan lama terjebak dalam fase itu, sangat lama. Fase
dimana kelinglungan membebani pikiran untuk memilih antara lepas darinya atau
nekat menekannya. Akan kunikmati kelinglungan itu yang pada akhirnya.... kusaut
palu dan menghantamnya tanpa belas kasihan!!
Dan ada satu lagi
tombol yang mengusikku, merayuku dengan gombalan-gombalan memabukan. Terlihat
tombol itu semakin mengajakku untuk bergerak cepat, melaju tanpa tau apa yang
terjadi, menuju masa depan. Aku akan sangat kuwalahan menghadapi bujukan
tombol yang satu ini. Rayuannya tentang meninggalkan masa-masa sulit ini,
menjauihi masa-masa kehancuran ini, pergi dari keterpurukan, dan langsung
meraih kebahagiaan. Sungguh instan dan sulit tertolak. Lagi, aku akan
meletakkan telunjukku, meresapi tiap harapan dan cita yang segera.., ah bukan
segera tapi sekarang juga akan terwujud! Bahkan bukan cuma aku sendiri, aku
yakin kalian juga akan terlena! Dan saat seperempat detik sebelum kuputuskan
untuk menekannya, aku akan tersenyum sebertar, lalu.... paluku tak akan
segan-segan mengayun tanpa lelah untuk meremukkannya!!
Jahanam!
Bajingan! Kau kira aku bisa diiming-imingi dengan hal-hal bodoh seperti itu,
hah!? Memang aku sedang lemah, tapi aku tak selemah itu! Aku bukan banci
rombeng yang suka lari dari kenyataan! Aku ini pejuang yang kuat dan hebat!
Camkan itu! Aku tak akan menangisi atau mengharapkan masa lalu, aku juga tak
akan mencari jalan pintas untuk temukan kebahagiaan! Lihat ini! Saat ini, di
tempat ini, dan detik ini, aku akan menikmati tiap hela nafas perjuanganku... Aku
tak akan menyerah, bodoh! Menyerah bukanlah pilihan dalam tiap langkahku! Meski pahit,
sakit, rumit, tiap rintihan ini tak akan sia2... Aku yakin itu... Memang, aku
sudah jatuh berkali-kali, dan selalu meninggalkan bekas luka. Tapi lihatlah..
Ayo, kemarilah dan lihat lebih dekat.. Aku bangga dengan tiap bekas luka yang
ada di tubuhku! Entah itu luka yang tersurat maupun tersirat.. Aku selalu tegak
lagi!
Aku tak butuh
mesin waktu..
Ini hidupku...
Belum manis dan belum indah...
dan aku menikmati dan mensyukurinya....
Ini hidupku...
Belum manis dan belum indah...
dan aku menikmati dan mensyukurinya....
Kamis, 02 Agustus 2012
Dua Pintu
Terlihat pintu
itu menghadang jalanku, jalan untuk bisa meraihmu.
Kucoba
membukanya, tapi terkunci dengan banyak gembok dan rantai yang bergelayutan
membebani tiap sudut dan sisi.
Dengan polos
tetap saja kumencoba meski tahu aku tak memiliki segelintir satu kuncipun.
Semua kunci ada
di gengaman kecilmu. Sampai telapak tanganmu tak muat menahan beban itu
sendiri.
Tapi kau tetap
tak merelakannya pergi, tak membiarkan kunci-kunci itu memberikan udara segar.
Kau lebih memilih
untuk terkurung dalam kesendirian, terdiam walau sadar inginkan seseorang untuk
masuk ke dalam.
Apa harus dengan
paksaan? Apa perlu kudobrak?
Pintu itu tipis
dan rapuh, akan mudah roboh menjadi keping –kepingan kecil hanya dengan satu
tinju kananku.
Tapi apa itu
perlu?
Tak perlu....
Aku hanya perlu
melirik diriku sendiri.
Aku juga masih berdiri
di balik pintuku sendiri, menggemgam tiap-tiap kunci kebebasan.
Merasa ketakutan
untuk bisa menemuimu.
Aku sendiri juga masih
terkurung.
Sabtu, 02 Juni 2012
Pilihan Tak Mudah
Saat itu terlontar tanya, ”kanan
atau kiri?” Dengan bingung kutimpal dengan pertanyaan, “Kenapa kau tanyakan
padaku?” Tentu saja aku tak bisa menjawabnya. Aku hanya seseorang yang
kebetulan melintas dan aku bukan siapa-siapa. Bukan aku, dia, atau bahkan mereka
yang bisa memberikan jawaban.
Hatimu yang bisa
menjawabnya. Kau berkata bahwa hatimu lelah, dan bahkan lenyap termakan waktu.
Tapi kau salah! Jika memang sudah musnah, tak mungkin kau rasa kebimbangan ini,
tak mungkin kau ragu akan pilihan ini.
Lihatlah disampingmu, kau
berjalan diantara jurang dalam. Dan kau harus sadar bahwa pilihan sebenarnya
adalah bukan kanan atau kiri, melainkan maju atau mundur.
Jika kau memilih untuk
mundur, maaf, aku hanya bisa menunggu di titik ini dan menunggu. Aku bukanlah
orang yang sabar, aku bukan orang yang pandai menyibukan pikiranku hanya untuk
menunggu. Terlebih untuk menunggu ketidakpastian dan kemustahilan. Saat aku
mulai jengah dan lelah, aku akan beranjak mengayunkan kaki untuk mencari bagian
hidupku yang hilang. Meninggalkanmu bersama kenangan singkat itu.
Pernah kau bersikeras bahwa
maju bukan pilihan. Bukalah matamu dan kau akan mengerti bahwa maju adalah juga
sebuah jalan. Memang tak mudah menaiki jalan terjal ini. Aku tahu betapa
sulitnya dan kuakui memang tak akan pernah menjadi mudah. Kau akan bernafas
satu atau dua saja. Jantungmu akan sering lumpuh tak berdetak.
Tapi jika kau memilih untuk
maju. Berjuanglah! Kau akan selalu temukanku disampingmu yang sedang berjalan
seirama. Kau akan selalu temukanku dibelakangmu yang sedang mendorongmu saat
kau mulai lelah. Kau akan selalu melihatku yang tak lebih dari selangkah di depanmu
untuk beri semangat. Dan kau akan selalu temukanku sedang memapahmu jika
langkahmu mulai goyah.
Sayangnya, kau tak mau
memilih.
Hei ingatlah, ini hidupmu
bukan hidupku! Berkali-kali harus kuingatkan bahwa aku hanya orang asing yang
tak punya hak apa-apa tentangmu. Kenapa kau paksa aku yang memilih? Kenapa kau
bisa berfikir aku bisa memilihkan jalan untukmu? Apa yang sebenarnya kau
inginkan? Ketahuillah, aku bukan cenayang yang bisa membaca pikiranmu.
Dengan terpaksa, aku yang
harus memilih.
Membuat keputusan untukmu
bukanlah hal yang mudah. Sama sulitnya dengan bernafas di ruangan hampa udara
yang akan membuatku paru-paru dan jantungku hancur untuk sekian selang waktu. Aku
bahkan bisa mati jika tak berhati-hati.
Dan ini pilihan yang harus
kuambil untukmu.
Mundur dan kembalilah. Karna
aku tak ingin kau terjebak di sini. Aku rasa kau belum siap untuk meneruskan
perjalanan ini. Masih banyak yang belum tuntas dan masih tertunda di bawah
sana. Selesaikanlah, jangan sampai ada yang tersisa.
Jika suatu saat kau yakin
dengan kenyamanan yang ditawarkan di bawah sana, tak perlu kau melewati
terjalnya jalan ini.
Tapi jika kau sadar di bawah
sana bukan tempatmu, beranjaklah dan temukan tempat baru!
Untuk saat ini, aku masih di
titik ini mengawasimu dari kejauhan. Belum bisa kulanjutkan perjalanan karna
aku masih ingin menikmati berharganya kenangan. Kubuka ranselku dan mulai
membuat tenda. Bekalku masih banyak dan aku tak di buru waktu.
Tapi seperti kataku tadi,
kadang aku bosan dan tak sabar. Saat bosan dan tak sabar mulai menyerang
bertubi-tubi, tanpa ragu akan kumulai lagi perjalanan. Meninggalkanmu tanpa
akan menoleh kebelakang.
Dan jika ternyata kau memilih
untuk beranjak tapi tak temukanku. Tak perlu ada sesal. Akan ada orang lain
yang akan temanimu.
Dan jika kau menemukanku
yang masih menetap, kan kusambut kau dengan senyuman. Senyuman yang lebih indah
dari pelangi di pagi hari. Raih tanganku, dan kita mulai lagi awal yang baru.
Rabu, 10 Agustus 2011
Buat temanku
Heh, kau
kawanku
tumbuhlah
dewasalah!
Buat apa otakmu?
Buat apa hatimu?
gunakanlah!
dewasalah!
Tahan emosimu!
Tahan egomu!
Berubahlah!
Dewasalah!
Ingat
kita tak sepikiran
tapi kita bukan
Penghianat!
kawanku
tumbuhlah
dewasalah!
Buat apa otakmu?
Buat apa hatimu?
gunakanlah!
dewasalah!
Tahan emosimu!
Tahan egomu!
Berubahlah!
Dewasalah!
Ingat
kita tak sepikiran
tapi kita bukan
Penghianat!
Sabtu, 30 Juli 2011
di mana dia bersembunyi?
Tak kusangka malam minggu ini akan jadi begini. Aku mencari teman, tapi mereka malah lebih membutuhkan teman dariku. Ada apa dengan kami? Aku tak terlalu paham dengan masalah mereka berdua, jadi kubiarkan mereka berdua mengoceh pelan, dengan sayub juga ku dengar isak tangis. Hey, kalian laki-laki kawan! Kalian dilahirkan untuk menjadi petarung! Bukan jadi pengecut yang mati di medan perang! Jadilah buas, liar, dan sangar! Jangan seperti tai yang lembek!
Maaf ya kawan, bukan maksudku mengatai kalian.. Mungkin kata-kata itu lebih cocok untukku.. Kalian malah lebih hebat dariku, maju perangpun aku gemetar, tak berani melangkah satu pijakan saja. Aku tahu aku punya kalian, tapi entah mengapa aku tak merasa cukup. Rasanya aku seperti kehilangan satu sepatuku, dan tak mungkin aku mau berjalan hanya dengan satu sepatu, karna jalan di depanku berkerikil tajam, semak berduri juga tak mau menyingkir. Aku lelah jika harus berjalan hanya dengan satu kaki. Hey, siapa yang menyembunyikan sepatuku??!! Aku tahu bukan Tuhan, karna Tuhan tak setega itu, bukan juga teman-temanku. Malah mereka perhatian. Kadang mereka memapah, malah juga tak enggan untuk menggendongku. Tapi aku bosan jika kalian terus membantuku, aku ingin berjalan sendiri dengan sepasang sepatu utuh! Jadi, di mana dia bersembunyi? Atau sebenarnya dia tidak bersembunyi? Atau hanya aku yang tak mau mencari? Tapi aku tahu aku benar-benar membutuhkannya, merindukan melangkah dengan dua kaki, silih berganti antara kanan dan kiri, bisa saling melengkapi..
Aku hanya..
membutuhkannya..
hanya saja..
Maaf ya kawan, bukan maksudku mengatai kalian.. Mungkin kata-kata itu lebih cocok untukku.. Kalian malah lebih hebat dariku, maju perangpun aku gemetar, tak berani melangkah satu pijakan saja. Aku tahu aku punya kalian, tapi entah mengapa aku tak merasa cukup. Rasanya aku seperti kehilangan satu sepatuku, dan tak mungkin aku mau berjalan hanya dengan satu sepatu, karna jalan di depanku berkerikil tajam, semak berduri juga tak mau menyingkir. Aku lelah jika harus berjalan hanya dengan satu kaki. Hey, siapa yang menyembunyikan sepatuku??!! Aku tahu bukan Tuhan, karna Tuhan tak setega itu, bukan juga teman-temanku. Malah mereka perhatian. Kadang mereka memapah, malah juga tak enggan untuk menggendongku. Tapi aku bosan jika kalian terus membantuku, aku ingin berjalan sendiri dengan sepasang sepatu utuh! Jadi, di mana dia bersembunyi? Atau sebenarnya dia tidak bersembunyi? Atau hanya aku yang tak mau mencari? Tapi aku tahu aku benar-benar membutuhkannya, merindukan melangkah dengan dua kaki, silih berganti antara kanan dan kiri, bisa saling melengkapi..
Aku hanya..
membutuhkannya..
hanya saja..
Jumat, 29 Juli 2011
lonely song
I keep on playing the piano
still it is just a solo
I let my fingers dancinghope it's never gonna be boring
I sing aloud along the night
cause I don't want just lying on my bed
when you hear my trembling song
would you come though thousands miles long?
ignore how much the fright
I reach the highest tone
realize that I'm alone
I know I'm not a good singer
I know I'm not a good singer
but it makes me feel better
getting frustrated
paralyzed by sorrow and pain
again and again
when you hear my trembling song
would you come though thousands miles long?
Langganan:
Postingan (Atom)